Gerakan yang membuat Niesha semakin melambung- lambung. Kemudian, kami berdua mengejang dengan saling mendesakkan pinggul masing-masing.Puncak birahi Niesha menggelegak saat aku menumpahkan puncak kenikmatanku dalam-dalam membenam di vagina Niesha yang meremas-remas dengan ketat, bersama semburan cairan kentalku. Beberapa saat kemudian, kami saling memandang dengan diam. Diam-diam pula kami gantian ke kamar mandi membersihkan sisa-sisa tisyu, menghabiskan makan dengan cepat (dan ternyata tidak habis). Sambil makan aku hanya bilang,
Darahku berdesir, langsung kontak ke selangkangan dan mengeras. Aku menengok ke pintu masuk. Dua orang temanku sedang ngobrol asyik sekitar lima kotak dari tempatku, yang lain sedang keluar.
“Lagi sepi..!” katanya, menebak arah pandanganku.Lalu ia mengalihkan pandangannya ke bawah, arah celanaku.
“Tuuh.. lempeng..!” ia terkikik sambil menyentuh dengan kakinya.
Untuk menetralisir, aku duduk di kursi sambil melonggarkan bagian depan celanaku.
“Sorry, aku nggak bisa ngelupain kamu,” kataku sambil mencari posisi yang nyaman.
“Memangnya aku bisa..?” jawabnya.
Ia membuka pahanya sedikit sehingga aku makin blingsatan, memutar-mutar kursi yang kududuki sambil mengerakkannya maju mundur.
“Sini dong maju, aman kok..!” Aku memajukan kursi hingga pahanya tepat di depanku.
Tidak menyia-nyiakan tawaran yang kuimpikan siang malam, tanganku dengan gemetar mulai merayapi pahanya, tapi Niesha menahannya.
“Sstt.. tunggu..!” ia mendorongku, lalu turun dari meja.
Niesha menempelkan pantatnya di pinggiran meja setelah roknya disingkapkan sebatas pinggul.
“Biar gampang nutup kalo ada orang.” katanya.
“Yang.. udaah..!” ia berbisik, memberikan sapu tangan untuk membersihkan jari, mulutku, dan liangnya, sekalian buat mengganjal celana bolongnya biar tidak netes-netes.
Tiba-tiba pandangan Niesha berubah serius, dilanjutkan dengan omongan yang tidak jelas.
“Soalnya yang aku print kok laen sama yang dipegang bossku.” Aku bingung tapi langsung menimpali,
“Yang punyaku bener kok..” kataku sambil berdiri.
Benar saja, cewek-cewek Biro tempatku baru saja masuk ruangan.
“Ya udah, nanti dikopiin lagi aja,” lanjutnya sambil berjalan keluar,
“Terus yang ini jangan lupa disiapin..” saat melewatiku, tangannya menjulur meremas bagian depan celanaku.
“Sini dong Mass..!” ia berbisik, membuat darahku kembali berdesir mengalir ke selangkangan.
Aku meng-execute programku lalu bergegas ke sebelah.Ruang di seberangku masih terang, tapi tempat Niesha sudah gelap. Aku ragu-ragu, kucoba membuka ruang Niesha, ternyata tidak terkunci, aku masuk langsung menutup pintu.
“Dikunci aja..” terdengar suara Niesha berbisik lirih.Ruang itu terbagi jadi ruang pertama tempat Niesha biasa duduk, ruang tengah untuk meeting, terus ruang ujung tempat bossnya.
Aku mengunci pintu terus mengh“Buka baju Sayang, terus naik sini..!” Niesha menyapa dengan lembut, sapaan yang membuat birahiku menggelegak.Niesha duduk memeluk lutut kirinya yang ditekuk menopang dagu. Kaki kanannya terlipat di meja seperti bersila.
Di bawah cahaya lampu yang lemah menerobos dari luar, sosok Niesha bagaikan bidadari yang sedang menanti cumbuan cahaya bulan. Aku berusaha tenang, membuka baju, sepatu, celana, lalu dengan berdebar melangkah keluar dari onggokan pakaian dan menyusul naik ke atas meja.Niesha membuka tangannya, lutut kirinya juga rebah membuka. Aku mengusap pipinya dengan halus saat jari Niesha menjelajahi leherku pelan, lalu dada, lalu naik mengelus lenganku, pelan dan lembut menyusuri bagian dalam lenganku ke arah ujung jari. Digenggamnya jari-jariku, dikecupnya lalu dibawa ke leher, dada, mendekapnya sesaat.
Lalu.. tiba-tiba aku telah terbenam dalam dekapannya.Dadanya yang bulat penuh menekan, memberikan kehangatan yang lembut ke dadaku, kehangatan yang menjalar pelan ke bawah perut. Tanganku mengusap punggung dan rambutnya, lalu entah gimana mulainya, tiba- tiba saja aku sudah menciumi lehernya.Kukecup hidungnya, keningnya, telinganya, Niesha menggelinjang geli. Kusodorkan bibirku untuk meraih mulutnya, ia merintih lirih dan merangkulku sambil mulutnya bergeser mencari bibirku, lalu kami berpagutan dengan lahap bagaikan kelaparan.
Pelukan dan ciuman ini yang sebenarnya paling kurindukan, yang tidak dapat dilakukan saat di saung atau di ruanganku. Cinta dan ketulusannya kini dapat kurasakan lewat peluk dan ciumannya. Niesha terpejam manja saat kujelajahi mulutnya dengan lidahku, bibirnya langsung menyedot dan melumat lidahku dalam-dalam.
“Oohh, Yang..!” Niesha mengeluh saat tanganku mulai merayapi tubuhnya, bermain di sekitar puting susu, turun ke perut menyelusup ke CD-nya.
Masih dalam pelukan ia merebahkan badan di meja dengan dialasi jasnya si Hongkong.Setelah rebah berdampingan kami mengendorkan pelukan, membebaskan tangan agar lebih leluasa. Kami saling menyentuh bagian-bagian sensitif yang masing-masing sudah sangat hapal. Niesha memejamkan mata menikmati sentuhan-sentuhanku, sementara jarinya mengurut lembut batang penisku, dari pangkal ke atas, memutari helm lalu turun lagi ke pangkal, membuat batangku keras membatu.
“Yang..! Jilat..!” ia mendesah, aku mengerti maksudnya.
Aku bangkit, lalu bibirku mulai menciumi seluruh tubuhnya, mulai dari lengan sampai ke ujung jari, kembali ke ketiak, menyusuri buah dadanya ke tangan satunya.
“Yaanng, Nei kangen jilatanmu..!” Niesha mengerang dan menggelinjang semakin kuat.
Saat jilatanku mencapai pangkal lengannya, Niesha berbalik menelungkup. Kini lidahku menyusuri pundak, Niesha terlonjak saat lidahku mendarat di kuduknya, lalu perlahan menjelajahi punggungnya. Saat jilatanku mencapai pinggiran CD-nya, Niesha kembali menelentang lalu sambil membuka CD-nya, lidahku pelan-pelan menyusur pinggang, perut terus ke bawah.Paha Niesha membuka, menyodorkan bukit kemaluannya yang menggunduk dengan belahan merekah ke hadapanku. Melewati pinggiran gundukannya, lidahku meluncur ke samping, menjilati paha luar sampai ke jari kaki, lalu kembali ke atas lewat paha bagian dalam.Sampai di pangkal, lidahku menjelajahi lipatan paha, memutari pinggiran bulu-bulu halusnya, lalu menyeberang ke paha sebelah. Niesha melenguh keras.
Aku menjelajahi kedua lipatan pahanya bolak balik, kadang lewat gundukan bulu-bulunya, kadang lewat bawah liang vaginanya. Pahanya terkangkang lebar, sementara cairannya semakin membanjir. Lalu tangannya menggenggam rambutku, menyeret kepalaku dibenamkan ke tengah selangkangannya yang basah dipenuhi cairan kenikmatannya. Aku langsung menyedot kelentitnya. Niesha tersentak,
“Yaangg.. kamu.. nakal..!” rintihnya menahan nikmat yang menggelora.Dengan bertumpu kedua tangan, lidahku kini menjelajah dengan bebas di celah vagina, menjilati klitorisnya dengan putaran teratur, lalu turun, menjelajahi liang kewanitaannya.
Niesha mengejang sambil mengerang-erang.
“Yaang, udaah.. masukin..!” Niesha mencengkeram leherku dan menyeretnya ke arah bibirnya.
Aku mengambil posisi konvensional. Batangku yang sudah tegang mengeras menyentuh gerbang kenikmatan yang licin oleh cairannya.Niesha tersentak saat kepala penisku menyeruak di bibir vaginanya. Kubenamkan kepala penisku sedikit demi sedikit, oh.. hangatnya vagina Niesha. Dinding vaginanya mulai bereaksi menyedot-nyedot, remasannya yang selalu kurindukan mulai beraksi.Kutarik lagi penisku, pinggul Niesha menggeliat seolah ingin melumatnya. Kubenamkan lagi batang penisku perlahan, Niesha menaikkan pinggulnya ke atas, sehingga setengah batang penisku ditelan vaginanya.Pinggulnya diputar-putarkan sambil melakukan remasan nikmatnya.
“Ooogghh, Neiii.. aduuhh..!” desahanku membuat Niesha semakin semangat menaik-turunkan pinggulnya, membuat batang penisku seolah dipilin-pilin oleh liangnya yang masih sempit.
“Maass.. tekaann Maass..! Neiii.. hh.. nikmaatt.. sekali..!” Pinggul dan badannya semakin sexy, perutnya yang sedikit membesar membuat nafsuku semakin menjadi-jadi.
Aku setengah duduk dengan bertumpu pada dengkul menggenjot penisku keluar masuk vagina Niesha yang semakin berdenyu
“Creekk.. creekk.. blees..” gesekan penisku dan vaginanya bagaikan kecipak cangkul Pak tani di sawah berlumpur.
“Yaang, aduuhh, batangnyaa.. oohh.. Neii.. nggaak tahaan..!” Niesha badannya bergetar, pinggulnya naik turun dengan cepatnya, miring ke kiri dan ke kanan merasakan kenikmatan penisku.
Badan Niesha berguncang-guncang keras, goyangan pantatnya tambah menggila dan lubangnya seakan mau memeras habis batang penisku. Spermaku rasanya sudah mengumpul di kepala penis, siap menyembur kapan saja, susah payah aku bertahan agar Niesha mencapai klimaks lebih dulu.
“Teken teruuss..! Yuu bareng keluariin Maass..!” Goyangan kami makin menggila.
Aku menusukkan batang penisku setengah, dan setiap coblosan ke delapan aku menekannya dalam-dalam. Akibatnya gelinjang pantat dan pinggul Niesha semakin menjadi-jadi. Sambil mengelepar-gelepar keasyikan, matanya merem-melek.Kuciumi dan kulumat seluruh wajahnya, bibirnya, lidahnya, ludahnya pun kusedot dalam-dalam. Niesha mencakar punggungku keras sekali sampai aku tersentak kesakitan. Itu tandanya ia mau mencapai klimaks. Kutahan mati-matian agar aku jangan muncrat dulu sebelum ia orgasme. Tiba-tiba,
“Yaanng.. oohh.. aduhh.. Neiii.. keluaar.. oohh.. aduuh.. gilaa.. aahh. aahh.. uuhh.. uuhh.. uuhh..!” dia sekali lagi mencakariku, itu memang kebiasaannya kalau meregang menahan klimaks luar biasa.
Aku tidak peduli punggungku yang baret-baret oleh cakarannya. Aku terus menggenjotkan penis dengan teratur sambil konsentrasi merasakan nikmat yang semakin mendesak-desak di ujung penisku. Suatu gelombang dahsyat bagaikan menyedot seluruh perasaanku menyembur dari ujung kemaluanku, memancar dalam dalam di liang vaginanya. Aku mengejang beberapa detik, lalu terkulai dalam pelukannya.Beberapa menit kami berdiam sambil pelukan, sampai batangku melemas dengan sendirinya. Aku turun dari tubuhnya. Niesha turun dari meja, mengambil tisyu dan teko air dari meja si Hongkong. Lalu kami bersih-bersih organ masing-masing, kembali berciuman sambil saling mengenakan pakaian.
Selesai berpakaian Niesha keluar duluan mengintip, dengan kodenya aku keluar kembali ke ruang komputer, di sana satpam sudah menunggu. Kukatakan aku dari kamar mandi, dan Niesha tidak tau kemana.
“Kenapa..? aku dari bawah barusan.. lewat tangga.” Niesha muncul di pintu, memberi penjelasan.
“Lho, saya juga lewat tangga..” kata satpam.
“Ooo.. Naiknya sih lewat lift depan,” Niesha berkilah.Program transferku sudah berhenti proses.
Setelah beres-beres, mematikan komputer, AC, dan lainnya, aku, Niesha dan satpam turun. Kuantar Niesha’ sampai mobilnya.
.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar