ANGKA KUDA - Sebut saja Rita, perempuan berumur 32 tahun nyaris putus
asa dalam menjalani hidup ini. Suaminya, Aryo, justru menjadikannya
sebagai seorang pelacur. Aku tak pernah menyangka jika Mas Aryo tega
menjual tubuhku. Ketika pertama kali aku mengenalnya, dia adalah
laki-laki yang baik dan selalu menjagaku dari berbagai godaan laki-laki
lain. Kami menikah lima tahun yang lalu dan dikarunai seorang anak
laki-laki berusia tiga tahun dan kami beri nama Rizal. Perkawinan kami
mulus-mulus saja sampai Rizal muncul diantara kami. Tentu saja waktuku
banyak tersita untuk mendidik Rizal.
Mas
Aryo berkerja di perusahaan swasta yang bergerak dibidang produksi
kayu, sedangkan aku hanya tinggal di rumah. Tetapi aku tidak pernah
mengeluh. Aku tetap sabar menjalankan tugasku sebagai ibu rumah tangga
sebaik-baiknya. Sebenarnya setiap hari bisa saja Mas Aryo pulang sore
hari. Tetapi belakangan ini dia selalu pulang terlambat. Bahkan sampai
larut malam.
Pernah
ketika kutanyakan, kemana saja kalau pulang terlambat. Dia hanya
menjawab "Aku mencari penghasilan tambahan Rit", jawabnya singkat.
Mas
Aryo makin sering pulang larut malam, bahkan pernah satu kali dia
pulang dengan mulut berbau alkohol, jalannya agak sempoyongan, rupanya
dia mabuk. Aku mulai bertanya-tanya, sejak kapan suamiku mulai gemar
minum-minum arak. Selama ini aku tidak pernah melihatnya seperti ini.
Kadang-kadang ia memberikan uang belanja lebih padaku. Atau pulang
dengan membawa oleh-oleh untuk aku dan Rizal anak kami.
Setiap
kali aku menyinggung aktivitasnya, Mas Aryo berusaha menghindari. "Kita
jalankan saja peran masing-masing. Aku cari uang dan kamu yang mengurus
rumah. Aku tidak pernah menanyakan pekerjaanmu, jadi lebih baik kamu
juga begitu", katanya.
Aku
baru bisa menerka-nerka apa aktivitasnya ketika suatu malam, dia
memintaku untuk menjual gelang yang kupakai. Ia mengaku kalah bermain
judi dengan seseorang dan perlu uang untuk menutupi utang atas
kekalahannya, jadi itu yang dilakukannya selama ini. Sebagai seorang
istri yang berusaha berbakti kepada suami, aku memberikan gelang itu.
Toh dia juga yang membelikan gelang itu. Aku memang diajarkan untuk
menemani suami dalam suka maupun duka.
Suatu
sore saat Mas Aryo belum pulang, seorang temannya yang mengaku bernama
Bondan berkunjung ke rumah. Kedatangan Bondan inilah yang memicu
perubahan dalam rumah tanggaku. Bondan datang untuk menagih utang-utang
suamiku kepadanya. Jumlahnya sekitar sepuluh juta rupiah. Mas Aryo
berjanji untuk melunasi utangnya itu. Aku berkata terus-terang bahwa aku
tidak tahu-menahu mengenai utang itu, kemudian aku menyuruhnya untuk
kembali besok saja.
Tetapi dengan pandangan nakal dia tersenyum, "Lebih baik saya menunggu saja Mbak, itung-itung menemani Mbak."
Aku
agak risih mendengar ucapannya itu, lebih-lebih ketika melihat tatapan
liar matanya yang seakan-akan ingin menelanjangi diriku.
"Aryo
tidak pernah cerita kepada saya, kalau ia memiliki istri yang begitu
cantiknya. Menurut saya, sayang sekali bunga yang indah hanya dipajang
di rumah saja" ucap Bondan.
Aku makin tidak enak hati mendengar
ucapan rayuan-rayuan gombalnya itu, Tetapi aku mencoba menahan diri,
karena Mas Aryo berutang uang kepadanya. Dalam hati aku berdoa agar Mas
Aryo cepat pulang ke rumah, sehingga aku tidak perlu berlama-lama
mengenalnya.
Untung
saja tak lama kemudian Mas Aryo pulang. Kalau tidak pasti aku sudah
muntah mendengar kata-katanya itu. Begitu melihat Bondan, Mas Aryo
tampak lemas. Dia tahu pasti Bondan akan menagih hutang-hutangnya itu.
Aku meninggalkan mereka di ruang tamu, Mas Aryo kulihat menyerahkan
amplop coklat. Mungkin Mas Aryo sudah bisa melunasi hutangnya. Aku tidak
dapat mendengar pembicaraannya, namun kulihat Mas Aryo menunduk dan
sesekali terlihat berusaha menyabarkan temannya itu.
Setelah
Bondan pulang, Mas Aryo memintaku menyiapkan makan malam. Dia menikmati
sajian makan malam tanpa banyak bicara, Aku juga menanyakan apa saja
yang dibicarakannya dengan Bondan. Aku menyadari Mas Aryo sedang suntuk,
jadi lebih baik aku menahan diri. Setelah selesai makan, Mas Aryo
langsung mandi dan masuk ke kamar tidur, aku menyusul masuk kamar satu
jam kemudian setelah berhasil menidurkan Rizal di kamarnya.
Ketika
aku memasuki kamar tidur dan menemaninya di ranjang, Mas Aryo kemudian
memelukku dan menciumku. Aku tahu dia akan meminta 'jatahnya' malam ini.
Malam ini dia lain sekali sentuhannya lembut. Pelan-pelan Mas Aryo
mulai melepaskan daster putih yang kukenakan, setelah mencumbuiku
sebentar, Mas Aryo mulai membuka bra tipis yang kukenakan dan melepaskan
celana dalamku.
Setelah
itu Mas Aryo sedikit demi sedikit mulai menikmati jengkal demi jengkal
seluruh bagian tubuhku, tidak ada yang terlewati. Kemudian aku membantu
Mas Aryo untuk melapaskan seluruh pakaian yang dikenakannya, sampai
akhirnya aku bisa melihat penis Mas Aryo yang sudah mulai agak menegang,
tetapi belum sempurna tegangnya.
Dengan
penuh kasih sayang kuraih batang kenikmatan Mas Aryo, kumain-mainkan
sebentar dengan kedua belah tanganku, kemudian aku mulai mengulum batang
penis suamiku dengan lembutnya. Terasa di dalam mulutku, batang penis
Mas Aryo terutama kepala penisnya, mulai terasa hangat dan mengeras. Aku
menyedot batang Mas Aryo dengan semampuku, kulihat Mas Aryo begitu
bergairah, sesekali matanya terpejam menahan nikmat yang kuberikan
kepadanya.
Mas
Aryo kemudian membalas, dengan meremas-remas kedua payudaraku yang
cukup menantang, 36B. Aku mulai merasakan denyut-denyut kenikmatan mulai
bergerak dari puting payudaraku dan mulai menjalar keseluruh bagian
tubuhku lainnya, terutama ke vaginaku. Aku merasakan liang vaginaku
mulai terasa basah dan agak gatal, sehingga aku mulai merapatkan kedua
belah pahaku dan menggesek-gesekan kedua belah pahaku dengan rapatnya,
agar aku dapat mengurangi rasa gatal yang kurasakan di belahan liang
vaginaku.
Mas Aryo rupanya tanggap melihat
perubahanku, kemudian dengan lidahnya Mas Aryo mulai turun dan mulai
mengulum daging kecil clitorisku dengan nafsunya, Aku sangat kewalahan
menerima serangannya ini, badanku terasa bergetar menahan nikmat, peluh
ditubuhku mulai mengucur dengan deras diiringi erangan-erangan kecil dan
napas tertahan ketika kurasakan aku hampir tak mampu menahan kenikmatan
yang kurasakan.
Akhirnya
seluruh rasa nikmat semakin memuncak, saat penis Mas Aryo, mulai
terbenam sedikit demi sedikit ke dalam vaginaku, rasa gatal yang
kurasakan sejak tadi berubah menjadi nikmat saat penis Mas Aryo yang
telah ereksi sempurna mulai bergerak-gerak maju mundur, seakan-akan
menggaruk-garuk gatal yang kurasakan.
Suamiku
memang jago dalam permainan ini. Tidak lebih dari lima belas menit aku
berteriak kecil saat aku sudah tidak mampu lagi menahan kenikmatan yang
kurasakan, tubuhku meregang sekian detik dan akhirnya rubuh di ranjang
ketika puncak-puncak kenikamatan kuraih pada saat itu, mataku terpejam
sambil menggigit kecil bibirku saat kurasakan vaginaku mengeluarkan
denyut-denyut kenikmatannya.
Dan
tidak lama kemudian Mas Aryo mencapai puncaknya juga, dia dengan
cepatnya menarik penisnya dan beberapa detik kemudian, air maninya
tersembur dengan derasnya ke arah tubuh dan wajahku, aku membantunya
dengan mengocok penisnya sampai air maninya habis, dan kemudian aku
mengulum kembali penisnya sekian lama, sampai akhirnya perlahan-lahan
mulai mengurang tegangannya dan mulai lunglai.
"Aku benar-benar puas Rit, kamu memang hebat", pujinya. Aku masih bergelayut manja di dekapan tubuhnya.
"Rit,
kamu memang istriku yang baik, kamu harus bisa mengerti kesulitanku
saat ini, dan aku mau kamu membantu aku untuk mengatasinya", katanya.
"Bukankah selama ini aku sudah begitu Mas", sahutku. Mas Aryo mengangguk-angguk mendengarkan ucapakanku.
Kemudian
ia melanjutkan, "Kamu tahu maksud kedatangan Bondan tadi sore. Dia
menagih utang, dan aku hanya sanggup membayar setengah dari keseluruhan
utangku. Kemudian setelah lama berbicang-bincang ia menawarkan sebuah
jalan keluar kepadaku untuk melunasi hutang-hutangku dengan sebuah
syarat", ucap Mas Aryo.
"Apa syaratnya, Mas?" tanyaku penasaran.
"Rupanya dia menyukaimu, dia minta izinku agar kamu bisa menemani dia semalam saja", ucap Mas Aryo dengan pelan dan tertahan.
Aku
bagai disambar petir saat itu, aku tahu arti 'menemani' selama semalam.
Itu berarti aku harus melayaninya semalam di ranjang seperti yang
kulakukan pada Mas Aryo. Mas Aryo mengerti keterkejutanku.
"Aku
sudah tidak tahu lagi dengan apalagi aku harus membayar
hutang-hutangku, dia sudah mengancam akan menagih lewat tukang-tukang
pukulnya jika aku tidak bisa membayarnya sampai akhir pekan ini",
katanya lirih.
Aku
hanya terdiam tak mampu mengomentari perkataannya itu. Aku masih shock
memikirkan aku harus rela memberikan seluruh tubuhku kepada lelaki yang
belum kukenal selama ini. Sikap diamku ini diartikan lain oleh Mas Aryo.
"Besok
kamu ikut aku menemui Bondan", ujarnya lagi, sambil mencium keningku
lalu berangkat tidur. Seketika itu juga aku membenci suamiku. Aku enggan
mengikuti keinginan suamiku ini, namun aku juga harus memikirkan
keselatan keluarga, terutama keselamatan suamiku. Mungkin setelah ini ia
akan kapok berjudi lagi pikirku.
Sore
hari setelah pulang kerja, Mas Aryo menyuruhku berhias diri dan setelah
itu kami berangkat menuju tempat yang dijanjikan sebelumnya, rupanya
Mas Aryo mengantarku ke sebuah hotel berbintang. Ketika itu waktu sudah
menunjukkan sekitar pukul 20.00 malam. Selama hidup baru pertama kali
ini, aku pergi untuk menginap di hotel.
Ketika
pintu kamar di ketuk oleh Mas Aryo, beberapa saat kemudian pintu kamar
terbuka, dan kulihat Bondan menyambut kami dengan hangatnya, Suamiku
tidak berlama-lama, kemudian ia menyerahkan diriku kepada Bondan, dan
kemudian berpamitan.
Dengan
lembut Bondan menarik tanganku memasuki ruangan kamarnya. Aku tertunduk
malu dan wajahku terasa memerah saat aku merasakan tanganku dijamah
oleh seseorang yang bukan suamiku. Ternyata Bondan tidak seburuk yang
kubayangkan, memang matanya terkesan liar dan seakan mau melahap seluruh
tubuhku, tetapi sikapnya dan perlakuannya kepadaku tetap tenang,
sehingga dikit demi sedikit rasa grogi yang menyerangku mulai memudar.
Bondan
menanyakan dengan lembut, aku ingin minum apa. Kusahut aku ingin minum
coca-cola, tetapi jawabnya minuman itu tidak ada sekarang ini di
kamarnya, kemudian dia mengeluarkan sebotol sampagne dari kulkas dan
menuangkannya sedikit sekitar setengah sloki, kemudian disuguhkannya
kepadaku, "Ini bisa menghilangkan sedikit rasa gugup yang kamu rasakan
sekarang ini, dan bisa juga membuat tubuhmu sedikit hangat. Kulihat dari
tadi kelihatannya kamu agak kedinginan", ucapnya lagi sambil
menyodorkan minuman tersebut.
Kuraih
minuman tersebut, dan mulai kuminum secara dikit demi sedikit sampai
habis, memang benar beberapa saat kemudian aku merasakan tubuh dan
pikiranku agak tenang, rasa gorgi sudah mulai menghilang, dan aku juga
merasakan ada aliran hangat yang mengaliri seluruh syaraf-syaraf
tubuhku.
Bondan
kemudian menyetel lagu-lagu lembut di kamarnya, dan mengajakku
berbincang-bincang hal-hal yang ringan. Sekitar 10 menit kami berbicara,
aku mulai merasakan agak pening di kepalaku, tubuhkupun limbung.
Kemudian Bondan merebahkan tubuhku ke ranjang. Beberapa menit aku
rebahan di atas ranjang membuatku mulai bisa menghilangkan rasa pening
di kepalaku.
Tetapi
aku mulai merasakan ada perasaan lain yang mengalir pada diriku, ada
perasaan denyut-denyut kecil di seluruh tubuhku, semakin lama
denyut-denyut tersebut mulai terasa menguat, terutama di bagian-bagian
sensitifku. Aku merasakan tubuhku mulai terangsang, meskipun Bondan
belum menjamah tubuhku.
Ketika
aku mulai tak kuasa lagi menahan rangsangan di tubuhku, napasku mulai
memburu terengah-engah, payudaraku seakan-akan mengeras dan benar-benar
peka, vaginaku mulai terasa basah dan gatal yang menyengat,
perlahan-lahan aku mulai menggesek-gesekkan kedua belah pahaku untuk
mengurangi rasa gatal dan merangsang di dalam vaginaku. Tubuhku mulai
menggeliat-geliat tak tahan merasakan rangsangan seluruh tubuhku.
Bondan
rupanya menikmati tontonan ini, dia memandangi kecantikan wajahku yang
kini sedang terengah-engah bertarung melawan rangsangan, nafsunya mulai
memanas, tangannya mulai meraba tubuhku tanpa bisa kuhalangi lagi.
Remasan-remasan tangannya di payudaraku membuatku tidak tahan lagi,
sampai tak sadar aku melorotkan sendiri pakaian yang kukenakan. Saat
pakaian yang kukenakan lepas, Mata Bondan tak lepas memandangi belahan
payudaraku yang putih montok dan yang menyembul dan seakan ingin loncat
keluar dari bra yang kukenakan.
Tak
tahan melihat pemandangan indah ini, Bondan kemudian menggumuliku
dengan panasnya sembari tangannya mengarah ke belakang punggungku, tidak
lebih dari 3 detik, kancing bra-ku telah lepas, kini payudaraku yang
kencang dan padat telah membentang dengan indahnya, Bondan tak mau
berlama-lama memandangiku, dengan buasnya lagi ia mencumbuiku,
menggumuliku, dan tangannya semakin cepat meremas-remas payudaraku,
cairan vaginaku mulai membasahi celana putihku.
Melihat
ini, tangan bondan yang sebelahnya lagi mulai bermain-main di celanaku
tepat di cairan yang membasahi celanaku, aku merasakan nikmat yang
benar-benar luar biasa. Napasku benar-benar memburu, mataku terpejam
nikmat saat tangan Bondan mulai memasuki celana dalamku dan memainkan
daging kecil yang tersembunyi di kedua belahan rapatnya vaginaku.
Bondan memainkan vaginaku dengan
ahlinya, membuatku terpaksa merapatkan kedua belah pahaku untuk agak
menetralisir serangan-serangannya, jari-jarinya yang nakal mulai
menerobos masuk ke liang tubuhku dan mulai memutar-mutar jarinya di
dalam vaginaku. Tak puas karena celana dalamku agak mengganggu, dengan
cepatnya sekali gerakan dia melepaskan celana dalamku. Aku kini
benar-benar bugil tanpa tersisa pakaian di tubuhku.
Bondan
tertegun sejenak memandangi pesona tubuhku, yang masih bergeliat-geliat
melawan rangsangan yang mungkin diakibatkan obat perangsang yang
disuguhkan di dalam minumanku. Dengan cepatnya selagi aku masih
merangsang sendiri payudaraku, Bondan melepaskan dengan cepat seluruh
pakaian yang dikenakan sampai akhirnya bugil pula. Aku semakin bernafsu
melihat batang penis Bondan telah berdiri tegak dengan kerasnya, Besar
dan panjang.
Dengan
cepat Bondan kembali menggumuliku dengan benar-benar sama-sama dalam
puncak terangsang, aku merasakan payudaraku diserang dengan
remasan-remasan panas, dan.., ahh.., akupun merasakan batang penis
Bondan dengan cepatnya menyeruak menembus liang vaginaku dan menyentuh
titik-titik kenikmatan yang ada di dalam liang vaginaku, aku
menjerit-jerit tertahan dan membalas serangan penisnya dengan
menjepitkan kedua belah kakiku ke arah punggungnya sehingga penisnya
bisa menerobos secara maksimal ke dalam vaginaku.
Kami
bercumbu dengan panasnya, bergumul, setiap kali penis Bondan mulai
bergerak masuk menerobos masuk ataupun saat menarik ke arah luar, aku
menjepitkan otot-otot vaginaku seperti hendak menahan pipis, saat itu
aku merasakan nikmat yang kurasakan berlipat-lipat kali nikmatnya,
begitu juga dengan Bondan, dia mulai keteteran menahan kenikmatan tak
bisa dihindarinya.
Sampai pada satu titik saya sudah terlihat akan orgasme, Bondan tidak menyia-nyiakan kesempatan itu, dengan hentakan2 penisnya yang dipercerpat.. akhirnya kekuatan pertahananku ambrol.. saya orgasme berulang-ulang dalam waktu 10 detik.. Bondan rupanya juga sudah tidak mampu menahan lagi serangannya dia hanya diam sejenak untuk merasakan kenikmatan dipuncak-puncak orgasmenya dan beberapa detik kemudian mencabut batang penisnya dan tersemburlan muncratan-muncratan spermanya dengan banyaknya membanjiri wajah dan sebagian berlelehan di belahan payudaraku. Kamipun akhirnya tidur kelelahan setelah bergumul dalam panasnya birahi.
Sampai pada satu titik saya sudah terlihat akan orgasme, Bondan tidak menyia-nyiakan kesempatan itu, dengan hentakan2 penisnya yang dipercerpat.. akhirnya kekuatan pertahananku ambrol.. saya orgasme berulang-ulang dalam waktu 10 detik.. Bondan rupanya juga sudah tidak mampu menahan lagi serangannya dia hanya diam sejenak untuk merasakan kenikmatan dipuncak-puncak orgasmenya dan beberapa detik kemudian mencabut batang penisnya dan tersemburlan muncratan-muncratan spermanya dengan banyaknya membanjiri wajah dan sebagian berlelehan di belahan payudaraku. Kamipun akhirnya tidur kelelahan setelah bergumul dalam panasnya birahi.
Keesokan
paginya, Bondan mengantarku pulang ke rumah. Kulihat suamiku menerimaku
dengan muka tertuduk dan berbicara sebentar sementara aku masuk ke
kamar anakku untuk melihatnya setelah seharian tidak kuurus.
Setelah
kejadian itu, aku dan suamiku sempat tidak berbicara satu sama-lain,
sampai akhirnya aku luluh juga saat suamiku minta maaf atas kelakuannya
yang menyebabkan masalah ini sampai terjadi, tetapi hal itu tidak
berlangsung lama, suamiku kembali terjebak dalam permainan judi.
Sehingga secara tidak langsung akulah yang menjadi taruhan di meja judi.
Jika menang suamiku akan memberikan oleh-oleh yang banyak kepada kami.
Tetapi jika kalah aku harus rela melayani teman-teman suamiku yang
menang judi. Sampai saat ini kejadian ini tetap masih berulang. Oh
sampai kapankah penderitaan ini akan berakhir.
Tidak ada komentar:
Komentar baru tidak diizinkan.