Angkakuda - Bagi sebagian perempuan, mencukur rambut kemaluan menjadi salah satu cara untuk merawat kebersihan organ kewanitaan. Namun beberapa waktu lalu, tepatnya di tahun 2016, ada sebuah penelitian University of California di San Francisco menyatakan bahwa merawat rambut kemaluan dapat meningkatkan risiko terjangkit penyakit menular seksual.
Tetapi studi tersebut disanggah oleh studi baru. Dalam jurnal PLOS ONE menyatakan bahwa mencukur rambut kemaluan tidak berkaitan dengan peningkatan risiko seseorang terjangkit penyakit chlamydia atau gonorrhea yang masuk dalam kategori penyakit seks menular. Riset baru ini bertentangan dengan penelitian sebelumnya yang pernah dirilis pada 2016 yang mengklaim bahwa mencukur rambut kemaluan dapat meningkatkan risiko penyakit seks menular.
Dalam studi yang baru saja dirilis pada jurnal PLOS ONE, peneliti dari Ohio State University melakukan survei pada lebih dari 200 mahasiswi tentang aktivitas seksual dan cara mereka merawat rambut kemaluan. Para mahasiswi ini juga melewati sebuah tes khusus untuk penyakit chlamydia dan gonorrhea.
Hasil penelitian tersebut menyebutkan bahwa 98 persen mahasiswi yang diteliti merawat bulu pubiknya, 54 persen di antaranya merawat rambut kemaluan secara rutin setiap minggu, dan 18 persen mahasiswi lebih rajin mencukur rambut kemaluan enam kali sebulan. Dari penelitian tersebut, ada 10 persen mahasiswi yang terdeteksi positif terjangkit chlamydia atau gonorrhea. Kabar baiknya, mereka yang rajin merawat rambut kemaluan tidak masuk dalam daftar penderita penyakit seks menular.
“Mungkin mereka (yang terjangkit) adalah orang-orang yang lebih sering melakukan hubungan seksual, jadi risiko terpapar penyakit seks menular juga lebih tinggi, dan atau mereka melakukan perawatan rambut kemaluan dengan cara yang lebih ekstrem,” tutur Maria Gallo, seorang penulis studi baru dan profesor epidemiologi di Ohio State, dalam sebuah siaran pers seperti dikutip dari The Independent.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar